# Kubuka album biru, Penuh debu dan
usang.
Tanganku
sudah mulai menjelajahi album hidupku, album dimasa aku masih bayi, album
dimasa aku kecil, album dimasa aku anak SD, dimasa aku SMP, dan dimasa remajaku
waktu SMA. Memory-memory manis itu terulang kembali dalam otakku, memory dimana
bunda menggendongku dengan kasih sayang, memberikan senyuman terbaiknya,
senyuman yang mampu membuat aku menghapus air mataku.
# Kupandangi semua gambar diri, kecil
bersih belum ternoda.
Kubuka
album dimasa kecilku, dimasa dimana aku belum merasakan yang namanya kesedihan,
masa dimana aku dipenuhi rasa kasih sayang, masa dimana aku tidak tahu dengan
yang namanya berontak dan dunia malam, masa dimana aku belum mengenal dosa.
Masa-masa yang selalu ingin aku ulang, masa yang selalu ingin aku putar. Aku
yang masih polos, aku yang masih lugu dan aku yang masih belum mempunyai dosa.
Masa kecil yang selalu aku banggakan.
# Fikirku pun melayang, dahulu penuh
kasih. Teringat semua cerita orang tentang riwayatku.
Kini
memory itu telah menari dipikiranku, memory yang ingin mengulang masa lalu yang
penuh kasih sayang. Hanya kasih sayang, kasih sayang, dan kasih sayang yang
selalu aku banggakan. Kasih sayang yang begitu merimpah ruah dimasa itu, masa
yang selalu bikin aku tertawa, tersenyum. Orang-orang selalu bilang masa
itubegitu amat menggembirakan, orang-orang yang selalu bilang aku beruntung
dimasa itu, beruntung dimasa laluku.
# Kata mereka diriku selalu dimanja,
kata mereka diriku selalu ditimang.
Orang-orang
yang selau bilang aku yang begitu amat dimanja oleh bundaku, aku yang tak
pernah lepas dari timangannya, timangannya yang selalu membuat aku nyaman,
nyaman berada disisinya. Aku yang selalu dipenuhi keinginanku, aku yang selalu
ingin berdua bersama bundaku, berdua didunia yang begitu menyakitkan ini, di
dunia yang penuh dengan kesengsaraan ini, di dunia yang penuh canda tawa ini,
yang penuh dengan senyuman kebahagiaan, semuanya ingin aku lakukan berdua hanya
dengan bundaku.
# Nada-nada yang indah selalu terurai darinya,
Tangisku nakal dari bibirku takkan jadi deritanya.
Diwaktu
kecil dahulu, selalu ada suara merduyang m,enemani tidurku, suara yang begitu
lembut, suara yang begitu menyejukkan hatiku, suara yang selalu menjadi nomor
satu dihatiku, suara seorang wanita satu-satunya yang meluluhkan hatiku, suara
merdu bundaku, bunda tercintaku, dia yang selalu menyanyi untukku, menyanyi
untuk duniaku.
Tangisan
disaat aku jatuh dari sepeda, tangisan disaat aku berantem sama temenku,
tangisan yang akhir-akhir ini selalu aku lakukan, tangisan saat cinta
menyakitiku, tangisan-tangisan itu tak pernah membuat bunda mengeluh, tangisan
itu tak pernah jadi deritanya, diwaktu tangisan itu ada bunda senantiasa
mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata yang jatuh dari anak tercintanya
yaitu aku.
# Tangan halus dan suci telah mengangkat
tubuh ini, jiwa raga dan seluruh hidup telah ia berikan.
Disaat
aku lagi terpuruk, disaat aku merasa sendiri di dunia ini, aku ingat bunda
selalu memberikan tangannya yang begitu halus dan putih untuk mengangkat
tubuhku untuk mengembalikan semangatku. Dan hal itu selalu membuat aku
tersenyum kembali. Bunda yang selalu memberikan separuh waktunya untukku, bunda
yang selau bekerja keras untukku, bunda yang sebagian hidupnya dilalui
bersamaku anak kesayangannya, sebab aku adalah anak satu-satunya. Jiwa, raga,
dan hidup bunda selalu bersamaku, meski aku tahu itu menyakitkan tapi bunda
selalu tersenyum akan hal itu.
# Oh bunda ada dan tiada dirimu kan
selalu ada dihatiku.
Dan
sekarangaku berada dikamar yang serba putih dan penuh dengan aroma obat-obatan,
tempat dimana bunda berbaring akhir-akhir ini. Sudah tiga minggu bunda tak
sadarkan diri, bunda yang selama ini menyembunyikan padaku penyakit yang dengan
kapan saja bisa mengambil nyawanya. Penyakit sialan itu ternyata hinggap
ditubuh bunda, yang telah menggerogoti bunda sekitar dua tahun yang lalu.
Penyakit kanker otak yang selama ini aku takuti ternyata menyerang orang yang
paling aku sayang, menyerang orang yang begitu berarti dalam hidupku. Aku hanya
bisa menunggu dan berdoa bunda tersadar dalam alam tidurnya selama tiga minggu.
Aku hanaya menunggu keajaiban itu datang, keajaiban yang bisa membuat bundaku
sehat kembali dan kembali menatap dunia dengan diriku. Tuhan, berikanlah
keajaibanmu kepada bundaku, hanya itu yang aku minta. Tiap hari yang biasa aku
katakan pada-Nya, pada-Nya yang telah menciptakan aku dan bunda.
Seandainya
hal terindah itu datang, hal terindah dimana bunda kembali sehat seperti
dahulu, aku janji aku akan membahagiakan bundaku, aku akan melakukan apa yang
dia inginkan. Tapi seandainya hal terburuk itu juga datang, hal yang tak pernah
aku ingikan, hal dimana bunda meninggalkanku untuk selamanya, aku rela karna
mungkin itu yang terbaik untuk bunda, mungkin dengan bunda meninggalkanku untuk
selamanya membuat bunda tak pernah merasakan yang namanya sakit.
Ku
pegang erat tangan bundaku yang begitu kaku, “bun, aku tahu Tuhan akan memilih
hal yang terbaik untuk bunda, aku hanya bisa menerima kenyataannya bun,
walaupun kenyataan itu pahit, asal bunda tahu dihatiku hanya ada bunda, dan
meski saat ini atau nanti bunda tak lagi menemaniku, bunda tak lagi bersamaku,
bunda pergi meninggalkanku, dihatiku akan selalu ada bunda, akan selalu terukir
nama bund, karna hanya bunda yang membuat aku tenang.” Lirihku dan saat itu
pula aku mencium lembut kening bundaku. Terlihat disamping kiri aku, monitor
itu gambar garis, gambar yang menunjukkan bahwa bundaku sudah pergi dari dunia
ini, bahwa bundaku sudah memilih jalan terbaik untuknya, meski aku sedih dan
sekarang air mataku mengalir, tapi aku ikhlas karna itu yang terbaik untuk
bunda. Bunda pergi bersamaan dengan redupnya pelangi. Bunda, aku selalu sayang
bunda.
Mutiara itu putih tak
terhingga,
Air mata itu bening
sebening air.
Dua hal itu mengisyaratkan
berharganya seorang wanita dihidup kita.
Hembusan lembut angin,
Hangatnya sebuah
selimut.
Semua itu
mengisyaratkan sifat wanita dalam hidup kita.
Wanita yang selalu
mewarnai hati kita,
Wanita yang selalu
mengisi air mata kita.
Dia adalah malaikat
dihidup kita,
dihidup yang tak pernah
kita mengerti alurnya,
Diposkan: Miahul Jannah
0 komentar:
Posting Komentar